BBCA VS ARNA
Perbandingan ini tentu bukan perbandingan yang lazim, BBCA dan ARNA seperti berada pada dua dimensi yang berbeda. BBCA begitu perkasa di puncak market caps Indonesia, sedangkan ARNA termasuk medium to small caps dengan kapitalisasi pasar sekitar Rp 5T vs Rp 700T BBCA.
Jika kamu melihat chart ARNA vs BBCA dari 2015 hingga 2021 ini, BBCA harga sahamnya melonjak 112,94% sedangkan ARNA justru turun -25,56%.
Jika kamu menerapkan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) nabung rutin Rp 5 juta per bulan pada kedua saham ini mana yang menghasilkan keuntungan paling besar?
Jika jawaban kamu adalah BBCA, kamu keliru. Ternyata justru ARNA lah yang menghasilkan return lebih besar kepada pemegang saham. Loh kok bisa? Itu chartnya aja jelas-jelas turun. Mari kita lihat beberapa fakta dan angkanya.
Capital Gain BBCA + Dividen dari Januari 2015 – April 2021
Setiap awal bulan tanggal 1, kamu langsung sisihkan untuk beli BBCA. Jika ini dilakukan sejak Januari 2015 – April 2021 kamu akan mendapatkan 19.900 lembar saham BBCA di harga rata-rata RP 19.665.
Ingat! kamu nabungnya tetap Rp 5jt/bulan. Harga saham naik, lot yang kamu dapat lebih sedikit, harga saham turun, lot yang kamu dapatkan jadi lebih banyak.
Capital gain yang kamu rasakan adalah Rp 205.667.500 dalam periode tersebut.
Lalu di periode yang sama, dividen yang kamu terima adalah total RP 31.770.500.
Total capital gain + dividen yang kamu rasakan dari BBCA adalah Rp 237.438.000 dari total investasi yang kamu tanamkan sebesar Rp 391.332.500 total nilai aset kamu naik 60,7%.
Capital Gain ARNA + Dividen dari 2015 – April 2021
Dalam periode yang sama dan Rupiah yang ditabung sama, kita mendapatkan 802.100 lembar saham ARNA dengan rata-rat perolehan Rp 474/lembar. Capital gain yang kamu rasakan adalah Rp 189.486.100 dan Dividen yang kamu terima adalah total Rp 54.673.287.
Jadi total capital gain + dividen ARNA adalah Rp 244.159.389 dari total investasi yang kamu tanamkan sebesar Rp 380.004.900. Aset kamu naik 64,25%.
Kenapa return investasi ARNA bisa lebih superior?
Mungkin memang aneh, tapi ini menjadi contoh bahwa tidak setiap penurunan harga saham menjadi hal yang buruk justru menjadi satu kesempatan untuk beli lebih banyak saham di harga yang murah.
Penurunan ARNA dari Rp 1000 di tahun 2015 menjadi Rp 300 di tahun 2018 menghadirkan opportunity untuk membelinya di harga yang sangat menarik.
Padahal di waktu yang sama, laba ARNA di 2015 sebesar Rp 71 M naik menjadi Rp 159 M di 2018. CFO juga naik dari Rp 112 M menjadi Rp 357 M di 2018.
Karena membelinya di harga yang lebih murah, dividen yang diterima pun menjadi lebih banyak. Eits, ini bukan berarti BBCA jelek ya! BBCA juga bagus kali.
