Scroll untuk baca artikel
>hostidn
>hostidn
Hukum Indonesia

Apakah Boleh Masyarakat Sipil Melakukan Penangkapan?

×

Apakah Boleh Masyarakat Sipil Melakukan Penangkapan?

Sebarkan artikel ini
Penangkapan Apakah Boleh Masyarakat Sipil Melakukan Penangkapan?
Ilustrasi Freepik

Hampir setiap saat, terdapat pemberitaan mengenai diamankannya atau ditangkapnya Pelaku Tindak Pidana yang dilakukan secara bersama-sama oleh Masyarakat, baik itu di Media Cetak maupun di Media Elektronik. Timbullah pertanyaan, apakah selain Kepolisian khususnya Penyelidik dan Penyidik, serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil, ada yang dapat melakukan penangkapan pada seseorang? mari disimak.

Pada dasarnya, mengacu kepada ketentuan KUHAP, Penangkapan adalah :”suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Daftar isi

Penangkapan terhadap seseorang didasari atas 2 hal :

1. Penangkapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14 KUHAP. Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana (Pasal 17 KUHAP).

Berdasarkan Putusan MK No.21/PUU-XII/2014, frasa “Bukti Permulaan yang cukup” sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHAP adalah minimal 2 alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.

Artinya, tindakan Penangkapan merupakan tindakan yang harus sangat diperhatikan syarat-syarat dan tata cara pelaksanaannya,karena. Tindakan ini merupakan tindakan “Pengekangan Kemerdekaan” seseorang secara sementara waktu, apabila tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, maka hal tersebut dapat memicu timbulnya pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 14 KUHAP).

2. Penangkapan berdasarkan Tertangkap Tangan

Khusus untuk Jenis Penangkapan ini, diberikan pengaturan bahwa, jika dalam hal TERTANGKAP TANGAN :

Baca juga:  Ulasan Lengkap: Penyitaan, Prosedur Penyitaan Dan Bagaimana Hukum Mengaturnya
  1. Setiap orang BERHAK
  2. Setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum WAJIB menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik (Pasal 111 KUHAP)

Setelah pelaku/Tersangka Tindak Pidana tertangkap tangan, siapapun yang melakukan penangkapan wajib segera menyerahkan orang tersebut ke Penyelidik/Penyidik dengan tujuan untuk segera dilakukan pemeriksaan dan atau tindakan lain dalam rangka penyidikan, sehingga dalam rangka Penyelidikan, Kepolisian dapat segera menentukan status hukum si tertangkap, apakah ditemukan adanya Tindak Pidana, atau tidak.

Definisi Tertangkap Tangan menurut KUHAP :

Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau  sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh Masyarakat ketika sudah melakukan penangkapan terhadap tersangka/pelaku tindak pidana :

1. Melakukan Penganiayaan fisik baik itu sendiri maupun secara bersama-sama terhadap pelaku (Main Hakim Sendiri). Pada dasarnya tindakan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai pembelaan atas emosi masyarakat terhadap tindakan pelaku tindak pidana /tersangka yang telah meresahkan. Karena tindakan itu sendiri juga dapat dijerat dengan Pasal 351 KUHP Jo. Pasal 55 KUHP dan atau dengan Pasal 170 ayat 1 dan atau ayat 2 KUHP. (Penganiayaan dan Turut Serta dan juga menggunakan Tenaga secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap Orang atau barang)

2. Tidak segera menyerahkan Pelaku/Tersangka Tindak Pidana ke Kepolisian. Pada dasarnya, Pasal 111 KUHAP memang memberikan landasan hukum bagi siapapun, untuk melakukan penangkapan apabila menemukan seseorang yang merupakan Tersangka, atau tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Setelah itu harus segera di serahkan ke Kepolisian guna kepentingan Penyelidikan, sehingga dapat segera dilakukan pemeriksaan dan ditentukan status hukum yang bersangkutan, jika memang terbukti, maka proses Penyelidikan akan langsung naik tahap menjadi Penyidikan, dan yang bersangkutan akan dilakukan penetapan tersangka dan upaya-upaya hukum lainnya sesuai dengan Hukum Acara Pidana.

Baca juga:  Ini Persyaratan Baru Berkendara di DKI Jakarta

Sehingga, jika seseorang telah tertangkap tangan dan tidak segera diserahkan kepada Kepolisian, tindakan tersebut berpotensi dan dapat dijerat dengan Pasal 333 KUHP yang berbunyi : 

  1. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
  2. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
  3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
  4. Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan.

Kesimpulan

Tindakan Masyarakat yang melakukan penangkapan terhadap seseorang yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana di Indonesia adalah tindakan yang dibenarkan, sah secara hukum dan, memang harus diapresiasi dan diacungi jempol, karena terjadi hubungan Sinergitas terhadap POLRI dan Masyarakat, namun.

Disatu sisi, diharapkan lebih atas respon pihak Kepolisian dalam menyikapi adanya laporan/aduan tentang tindak pidana, sehingga membangun kembali rasa percaya kepada pihak yang berwenang dan untuk menghindari tindakan-tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat, yang tentunya dapat merugikan si Tertangkap. Mengingat bahwa Hukum Pidana Indonesia menganut asas “Praduga Tak Bersalah”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *